Judul buku: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Pengarang: Tere Liye
Tahun Terbit: Januari 2012
Penerbit: Gramedia
"Eh, nama." Akhirnya kalimat itu terlontarkan. Lengkapnya maksud ucapanku, "Nama kau siapa?" Apa daya, ujungnya hilang oleh rasa malu, gugup, dan entahlah bercampur jadi satu. Ternyata tidak mudah menanyakan hal sesederhana ini.
"Nama?" Gadis itu menangkat kepalanya.
"Eh, iya, nama, kamu tahu kalau ada orang yang bernama Rabu Kliwon?"
...
"Kamu tahu, Pak Tua bahkan punya kenalan dengan dua belas nama anak, namanya mulai dari Januari, Februari, Maret, hingga November, Desember. Ada-ada saja." Aku tertawa, berusaha memberi contoh yang lebih lucu, siapa tahu gadis itu ikut tertawa.
Gadis itu tetap tidak tertarik, malah menggeleng.
...
"Namaku Mei," gadis itu berkata pelan ....
"Eh? Apa?" Aku menatap gadis itu, belum mengerti.
"Namaku Mei, Abang." Gadis itu beranjak berdiri. "Meskipun itu nama bulan, kuharap Bang Borno tidak menertawakannya. Terima kasih buat tumpangannya."
Alamak? Tinggallah aku ternganga macam orang sakit gigi di buritan perahu.
---
Begitulah awal perkenalan Borno dengan Mei. Menjadi salahsatu momen paling berwarna dalam lika-liku hidup Borno , bujang berhati paling lurus se-tepian Sungai Kapuas. Kemudian untungnya, perkenalan kikuk tersebut tidak serta-merta mengakhiri kisah cinta yang belum lagi dimulai. Perjuangan Borno dalam mengejar Mei membuahkan hasil: mereka berbaikan dan kisah cinta yang malu-malu pun berkembang. Sayangnya, belum lagi berkembang, harus berakhir saat Mei menutup diri dan tiba-tiba pindah ke Surabaya.
Kisahnya dalam mencari cinta dan tujuan hidup, benarlah penuh perjuangan. Namun kisah pejuang yang berhati lurus ini, sungguh sangat mudah dicerna, menyentuh, dan memikat hati semua pembacanya :)
---
"Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya. Kebetulan yang menakjubkan...."
(hal. 94)