Sabtu, 16 Juni 2012

Sebelas Patriot

Judul: Sebelas Patriot
Pengarang: Andrea Hirata
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun Terbit: Juni 2011 (cetakan pertama)

Betapa ajaib sepakbola. Olahraga ini seperti memiliki seribu wajah yang ditatap oleh seribu wajah pula. Di beberapa tempat dia bermetamorfosis menjadi semacam agama baru...
Semua hal ada dalam sepak bola. Trompet memekakkan, kembang api yang ditembakkan, dan api suar yang dilambai-lambaikan dari atas pagar pembatas oleh lelaki kurus tak berbaju itu adalah perayaan kegembiraan. Bendera raksasa yang berkibar-kibar adalah psikologi. Mars penyemangat yang gegap gempita adalah seni. Orang-orang yang duduk di podium kehormatan--di tempat paling nyaman menonton bola-- adalah politik, dan orang-orang berdasi yang sibuk dengan telepon genggamnya di belakang jajaran politisi itu adalah bisnis.
Lelaki kurus tadi, yang sehari-hari berdagang asong di gerbong kereta listrik Bogor-Jakarta, menabung lama demi membeli tiket menonton PSSI lalu berteriak mendukung PSSI sampai habis suaranya, hingga peluit panjang dibunyikan, adalah sebuah keikhlasan. Para pemain menunduk untuk berdoa adalah agama. Penjaga gawang memeluk tiang gawang sebelum bertanding adalah budaya. Ratusan moncong kamera yang membidik lapangan adalah sejarah. Ayah yang membawa anak-anaknya untuk menonton bola adalah cinta. Bocah-bocah murid SD Inpres di pinggiran Bekasi yang patungan untuk menyewa angkot, berdesak-desakkan di dalam mobil omprengan demi mendukung PSSI adalah patriotisme. Catatan skor pada papan elektronik raksasa yang ditatap dengan perasaan senang yang meluap-luap atau kecemasan yang tak terperikan adalah sastra yang tak ada bandingnya. 
Menjadi penggila bola bearti menjadi bagian dari keajaiban peradaban manusia. (Andrea Hirata, hal. 96-98)

***
Satu-dua kelumit paragraf inilah yang akan disampaikan oleh Andrea Hirata dalam buku ini. Masih berlatarkan masa kecil Ikal di Belitong, Andrea mengupas sisi kehidupan Ikal yang lain. Jadi, tak hanya melulu kisah Ikal dengan laskar pelanginya di SD Muhammadiyah, namun juga sisi lain yang melekat dalam hidupnya: sepakbola.
101 halaman yang dilalui untuk mengantarkan kita pada akhir cerita, rasanya cepat! Gaya penceritaannya yang khas: mengalir, diselipi humor, namun tak ketinggalan makna yang dalam. Empat bintang untuk buku ini :)

3 komentar:

Sinta Nisfuanna mengatakan...

aku baca buku andrea hirata stop di edensor, agak bosan dengan cara berceritanya, padahal koleksi lumayan lengkap karena suami suka ma buku-buku AH

Unknown mengatakan...

selalu penasaran dengan buku ini... tapi nggak pernah terbaca karena takut kecewa dengan isinya...

Unknown mengatakan...

Terima kasih sudah mampir :)
@sinta: waktu baca edensor dan maryamah karpov, saya juga ga seenjoy waktu baca laskar pelangi dan sang pemimpi. yang saya rasakan, buku ini lebih ringan dibanding karyanya yang dulu-dulu. Lebih banyak humornya juga..pas buat dibaca waktu santai :)

@putri hmm...saya mungkin bakalan kecewa kalo beli buku ini, karena bukunya tipis, ga sebanding dengan harga :p. Tapi berhubung baca e-booknya, jadi ga rugi deh, hehe.. baca aja, menghibur kok bukunya :)

Posting Komentar