Minggu, 08 Desember 2013

Bad Romance

Emang aku ngga pantes apa punya pacar? Apa alasannya coba?

Apa gara-gara namaku?
Haaaah, aku kadang benci punya nama ini

Judul Buku: Bad Romance--Aku memilih menjadi jomblo (lagi)!
Pengarang: E. Zazi
Penerbit: Stiletto
Tahun terbit: 2013

Adithya Putra Ramdhani adalah remaja SMA yang tomboi. Ya, dia perempuan, bahkan cukup manis sebenarnya. Dia sangat membenci namanya. Dia yakin namanya ini sangat berpengaruh pada perilaku, kehidupan, dan juga problematika cintanya.

Adithya sangat ingin memiliki pacar karena dia sudah bosan dengan kehidupannya yang selalu disamakan dengan laki-laki. Dia ingin membuktikan kepada teman-temannya, juga kakak-kakaknya, kalau dia adalah perempuan tulen yang pantas mendapatkan pasangan.

Hopla! Dia melakukan berbagai cara jitu untuk tebar pesona. Betapa bahagianya ketika usaha-usahanya mulai menampakkan hasil, dia bahkan menjadi rebutan dua orang cowok sekaligus! Namun, sayang sekali ternyata dia harus mengakhiri semuanya karena....

Karena apaaa???
***
Pengen punya pacar sampai segitu desperatenya. Like, seriously?
Yaaa...itulah yang terjadi pada sobat kita Adit. Gak percaya? Belum apa-apa dia udah tjurhat sama kita para pembaca:

"Aku tahu dengan pasti, sepasti-pastinya, kalau aku emang jomblo, sejomblo-jomblonya.
Kenapa aku bilang gitu?
Karena aku memang tidak punya pacar dan tidak punya seseorang yang sedang dekat atau mendekatiku. Aku memang jomblo, dan itu sudah cukup membuatku menangis darah setiap hari."

Kurang desperate apa coba si Adit ini? Sampai-sampai sepanjang cerita juga dia kebanyakan melamun, beneran. Saya sampai ternganga-nganga baca pikirannya Adit yang melanglang buana kemana-mana. Sampai terbawa angkutan umum entah kemana juga. Adit ini sepertinya sudah terhipnotis kejombloannya sendiri :(.

Gara-gara ditinggal Ratri sendirian di acara Valentine party, si Adit ini nggak tahan lagi dengan status jomblonya. Serta merta dia menumpahkan unek-uneknya pada Jepi, sobatnya. Setelah melihat betapa desperatenya Adit, Jepi pun luluh. Dia merelakan dirinya menjadi tutor Adit biar Adit dapet cowok.

Masalahnya menurut saya adalah (pembaca suka ikut campur), Jepi juga jomblo! Akhirnya mereka terlibat proyek "membuat Adit menjadi cewek pintar biar dilirik sama cowok yang pintar juga". Filosofinya Jepi gitu. Kalo kamu bukan cewek sembarangan, yang deketin kamu juga pasti bukan sembarang orang.

"Iya sih, tapi ya nggak gitu juga kaliii"--batin saya sambil tepok jidat.

Setelah beberapa saat Jepi jatuh bangun ngajarin Adit, hasilnya pelan-pelan mulai kelihatan. Adit sekarang jadi rajin! nilai ulangannya membaik! Tapi apakah strategi Jepi berhasil? Yah, ternyata cuma sebatas mengundang tatapan heran dari temen sekelas Adit doang karena Adit tiba-tiba jadi rajin.

Begitulah, proyek-proyek selanjutnya dikerjakan Adit dan Jepi dengan penuh semangat. Saking semangatnya, Jepi jadi kecapekan dan ambruk sakit (segitu niatnya ya Jepi. Jepi perhatian banget ama Adit. Kenapa ga jadian aja sih?--pembaca suka ikut campur part 2)

Merasa bersalah, Adit mencoba tidak bertumpu terlalu banyak pada Jepi. Pucuk dicinta ulam tiba, saat yang sama Adit dikenalin sama Lidia, cewek terpopuler (di antara cowok) di sekolahnya. Pergaulannya dengan Lidia mengantarkan Adit satu langkah lebih dekat pada misinya. Adit dikenalin sama cowok sekolahan lain. 

Seneng dong Adit, iya, seneng. Kenalan via SMS, ketemuan, mulai ngedate. Serasa melayang-layang ke udara si Adit.
Tapi semua berubah ketika negara api menyerang, eh, si cowok mulai menampakkan sifat aslinya....
ternyata dia.....

-boleh disambungin ke bukunya langsung, hihi-

***
Menurut saya, E. Zazi pasti menulis sesuai dengan keadaan banget deh. Saya pikir, dari karakter dan alur, sepertinya umum terjadi pada teens di kota Majalengka, latar yang diceritakan di buku ini. Kalau Jakarta....nggg....saya ragu. lingkungannya jauh berbeda. Tapitapitapi....menurut saya pribadi, setting SMA terlalu dewasa untuk tokoh-tokoh yang punya jalan pikiran seperti ini. Emosi Adit masih labil banget. Kalau SMP bisa kali ya. Bahkan untuk seorang Lidia, saat saya SMP saja (berapa tahun yang lalu tuh), anak SMP ada aja yang seperti dia. Zaman sekarang perkembangan anak lebih cepat *tiba-tiba merasa tua.
Masih ada typo disana-sini (misal, sikanya hal. 88, of coure hal. 185). Teruus untuk kemunculan sosok pengagum rahasia, sepertinya ada sesuatu yang hilang dari buku ini. Saya bingung dengan kemunculan kalimat:

"Oh, my God! Pantesan aja Kak Arya selalu ada di mana-mana ngintilin aku!"

Like, seriously? Kayaknya Arya ini baru muncul dua kali, include pas kenalan ama Adit. Kok udah dibilang ngintilin....

Satu hal yang fatal juga menurut saya....
Adit, tidak sadarkah kamu. Kamu bilang lelaki-lelaki itu alay padahal kamu juga...a...lay :(


Tetep semangat mbak Zazi! Kalau boleh saran, mbak Zazi coba eksplore kehidupan di berbagai kota lain, mungkin akan menemukan banyak hal baru yang siapa tahu menarik untuk bahan novel selanjutnya. Sukses :)

2,5 of 5.


Minggu, 01 Desember 2013

Wonder

"Namaku August. 
Aku tidak akan menggambarkan seperti apa tampangku.
 Apa pun yang kaubayangkan, mungkin keadaannya lebih buruk."

Judul: Wonder
Pengarang: R. J. Palacio
Penerbit: Atria
Tahun Terbit: 2012
Dinarasikan dari sudut pandang:
August/Via/Summer/Jack/Justin/Miranda

"Mata August sekitar satu inci lebih rendah dari yang seharusnya, nyaris mencapai pipinya...Hidungnya terlalu besar untuk wajahnya, dan agak lembek...August tidak memiliki tulang pipi. Ada kerutan yang memanjang dari kedua sisi hidung ke mulutnya, sehingga membuatnya terlihat seperti lilin... Gigi atas August benar-benar menutupi gigi bawahnya, dan August memiliki tulang rahang yang sangat kecil. Dagunya sangat kecil. Saat masih sangat kecil, sebelum sebelum sepotong tulang pinggulnya ditanam ke dalam rahang bawahnya, August sama sekali tidak punya dagu. Lidah August menggantung begitu saja dari dalam mulutnya, karena di bawahnya tak ada apapun yang menahannya. Syukurlah, sekarang sudah lebih baik...."

Ini tentang seorang anak dengan sindrom Mandibulofacial Dysostosis (kau dapat menebak yang mana jika memperhatikan tagline di atas), sebagai pusat tata surya; dengan planet-planet lain yang mengelilinginya.

"Seandainya aku menemukan sebuah lampu ajaib dan mendapatkan sebuah permohonan, aku akan memohon agar aku memiliki wajah normal yang tidak akan pernah diperhatikan siapapun. Aku akan memohon agar aku bisa berjalan di tempat umum tanpa ada yang melihatku lalu memalingkan wajahnya..."

August Pullman atau kau bisa memanggilnya Auggie, bahagia dengan hidupnya dikelilingi oleh Mom, Dad, dan kakaknya Via. Namun saat ia memasuki kelas lima, Mom memutuskan untuk mengirimnya ke Beecher Prep alih-alih melanjutkan home schoolingnya. Melihat--dan dilihat--orang-orang yang sebelumnya tak dikenal membuat Auggie gugup.


"Bahkan dengan wajah normal pun, menjadi anak baru adalah sesuatu yang sulit. Bayangkan kalau kau memiliki wajah seperti August?" Summer, 165.