Judul: Ptolemy’s Gate
Pengarang: Jonathan Stroud
Dialih-bahasakan oleh Poppy Damayanti C.
Tahun Terbit: Maret 2010 (Cetakan Ketiga)
Epic.
Dua ribu tahun
telah berlalu sejak jin Bartimaeus berada di puncak kejayaan—tak terkalahkan
dalam pertempuran dan berteman dengan sang empu penyihir, Ptoelemy. Sekarang,
karena ia terperangkap di Bumi dan diperlakukan seenaknya oleh masternya,
Nathaniel, energy Bartimaeus memudar dengan cepat.
Ya, saking sedikitnya tenaga yang tersisa, Bartimaeus berkali-kali
sekarat K.
Shame on you, Nath—um, Mandrake!
Sementara itu,
di dunia bawah tanah London, Kitty Jones yang buron diam-diam melakukan riset
tentang sihir dan demon.
Ya, percakapannya dengan Bartimaeus saat masih menjadi tawanan Mandrake, membuatnya sangat penasaran. Ia
harus mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benaknya
sejak saat itu, bagaimanapun caranya. Maka dengan identitas baru, ia menyamar menjadi Lizzie, seorang commoner yang memiliki ketertarikan besar kepada dunia sihir dan bekerja pada penyihir cacat, Mr. Button. Sambil membantu Mr. Button--meminjam literatur-literatur sihir, menggambar pentacle untuk pemanggilan, membersihkan ruangan--ia banyak mengorek informasi dari Mr. Button dan buku-buku yang ada di rumah Mr. Button. Setelah memakan waktu yang agak lama, Kitty menemukan sesuatu yang dianggap mitos di dunia sihir: Gerbang Ptolemy, yang ajaibnya, terkait dengan Bartimaeus.
Semua mencapai
puncaknya ketika Bartimaeus, Nathaniel, dan Kitty harus membongkar konspirasi
mengerikan yang melibatkan para penyihir dan jin berkekuatan dahsyat, serta
menghadapi ancaman paling berbahaya sepanjang sejarah ilmu sihir.
Eksperimen Makepeace yang aneh. Mr. Hopkins yang ternyata mencurigakan. Penyerangan ke Amerika yang hasilnya tak sesuai harapan. Keamanan dalam negeri yang makin rapuh. Pemerintah yang makin tak dipercaya. Aliansi Commoner semakin gencar membahas pemberontakan. Pemberontakan terselubung untuk menggulingkan pemerintah. Semua tak terkendali. Kekacauan terjadi dimana-mana. Saat kekuasaan
diambil alih dari tangan penyihir—ternyata tak membawa kesejahteraan pada commoners.
Bahkan, sebaliknya. Bagaimana mereka bertiga menyelesaikan semuanya?
***
Hmm ya, bisa komentar apalagi saya? Rasanya benar-benar puas mengikuti
trilogy ini sampai akhir. Ending yang tak biasa. Luar biasa.
Kalau ada yang merasa agak bosan dengan detail-detail di buku pertama, atau agak pusing dengan buku kedua (kalau saya ngga ngerasain sih, hehe), buku
ketiga ini mampu menutup rasa kurang puas yang ada. Selayaknya trilogy, ketiga
buku merupakan kesatuan cerita yang utuh. Pengarangnya meletakkan detail-detail
remeh pada buku pertama dan kedua untuk dijadikan unsur pembangun buku ketiga
ini. Oleh karenanya, buku penutup ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
bermunculan dalam benak kita saat membaca kedua buku sebelumnya.
Dalam buku ini, pengarang juga menambahkan potongan kenangan Bartimaeus di
Alexandria, 125 SM. Perjalanan dirinya saat mengabdi pada Ptolemy (dan tentunya
ini memang bagian yang penting). Dari bagian ini, kita akan mengetahui lebih jauh tentang Bartimaeus dengan masternya, Ptolemy. Bagaimana hubungan mereka, bagaimana ditemukannya suatu gerbang yang kini disebut gerbang Ptolemy, bagaimana bisa Ptolemy menjadi satu-satunya master yang mendapatkan penghormatan Bartimaeus, hingga kini.
Lebih banyak kejutan tak terduga dalam buku ini. Bartimaeus, tetap sarkas dan menghibur seperti biasa. Narsisnya lebih terlihat dibanding buku sebelumnya. Mandrake, akhirnya seperti abg lain, merasakan juga yang namanya cinta (hm, pada siapakah? Farrar? atau Kitty?). Ada juga tokoh dari buku lalu yang kukira--Bartimaeus juga mengiranya--telah mati.
Satu hal yang penting, trilogi ini sangat tidak disarankan untuk dibaca secara acak. Nanti malah pusing dan ngga dapet feel-nya.
Lima bintang untuk buku ini :).
0 komentar:
Posting Komentar