Judul Buku: Madre
Pengarang: Dee
Tahun terbit: 2011
Penerbit: Bentang Pustaka
Madre ini merupakan antologi ketiga Dee setelah Filosofi Kopi dan Recto Verso, hasil fusi antara beragam pertanyaan dan perenungannya selama lima tahun terakhir. Antologi ini terdiri dari total 13 karya fiksi dan prosa yang sukses membuat saya tenggelam menghayati tulisannya. Bintang buku ini, ya tentu saja Madre.
“Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari?
Darah saya mendadak seperempat Tionghoa,
nenek saya ternyata seorang tukang roti, dan dia,
bersama kakek yang tidak saya kenal,
mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre.”
Itu yang tertulis di cover buku belakang. Sekilas saya mengira Madre adalah seseorang. Ternyata bukan, euhm well, meski dia memang hidup. Pembukaan kisah yang menarik saat Tanse sang tokoh utama membatin "Siapa kamu? Kenapa aku?" ketika mendengar ia diwarisi sesuatu oleh orang yang belum pernah dikenalnya. Saya spontan menyelami tokohnya dan menikmati diri menjadi seorang Tansen selama menelusuri kisah Madre tersebut: terdampar, mengenal biang, tahu-tahu harus memegang tanggung jawab, memasuki dunia baru, dikelilingi komunitas jompo, lalu dibantu seorang profesional. Saya tidak terlalu menyelami kisah cintanya karena tentu saja Mei bukan tipe saya, terlebih dia wanita =,=.
*sebenarnya selama membaca ini, saya menghayati jiwa Tansen namun entah mengapa yang terbayang jadi Tansen adalah seorang kawan asing, yang terdampar di makrab kelas saya kemarin lalu. Tampangnya pas kita acara kumpul bareng itu pas gitu rasanya, seems like lost in somewhere, haha.
Di akhir kisah, Tansen menulis:
"...Rumah adalah tempat dimana saya dibutuhkan..."
Euhm, while i was reading it, i feel like i'm lost right then..
yasudahlah.
dan satu poin penting: gara2 masang setting pertokoan zaman dulu, saya jadi ngiler dan pengen banget nyicipin Es Krim Ragusa yang di Gambir itu :9
dan satu poin penting: gara2 masang setting pertokoan zaman dulu, saya jadi ngiler dan pengen banget nyicipin Es Krim Ragusa yang di Gambir itu :9
Kisah yang paling saya nikmati setelah Madre adalah Menunggu Layang-Layang. Yang pertama, saya selalu menganggap kedua orang yang bisa kompak berteman meski sifatnya berkebalikan itu keren. Saling menerima, saling tahu posisi, saling menjaga batas dan privasi, namun tetap hangat. Lalu perkembangan selanjutnya, bukannya ngga terduga sih, tapi saya tetep aja kaget saat Che 'terperangkap' oleh Starla. Ya bedanya sama Madre, Menunggu Layang-Layang ini asik buat hiburan aja.
Ohya, satu poin menarik yang dituangkan oleh Dee dalam Rimba Amniotik. Iya ya, sebelum kita hidup di duniakan kita semua hidup di alam ruh. Geli saya membayangkan sewaktu di alam ruh itu saya berkawan dengan yang lain. Lalu saya mendapat anugerah untuk hadir terlebih dahulu di dunia, lalu kawan ruh saya itu mendapat giliran hadir di dunia melalui rahim saya.
Untuk prosa, saya suka mayoritas gaya Dee dalam menuangkan idenya. Diksinya sederhana namun dalam dan maknanya luar biasa menakjubkan (lebay). Prosa yang paling saya suka, Wajah Telaga :). Jangan ditanya: I just do.
*rate it 4 stars for Goodreads :)
0 komentar:
Posting Komentar